Senin, 23 Maret 2015

Cinta Bertepuk Sebelah Tangan



Berisik. Semua siswa memang selalu bersorak senang saat bel pulang berbunyi. Jadilah bel pulang sekolah adalah sebuah kebahagiaan sederhana dikelas. Apalagi disaat guru yang mengajar sangat membosankan.
Keadaan beringsut sepi karena ketua kelas mulai menampilkan wajah sok pemimpinnya itu. Semua siswa berkemas dengan wajah semangat. Berdoa.

***
 “ pulang bareng siapa ta?” Ega yang tiba-tiba muncul dibelakangku, menyapa.
“ eh Ega, pulang sendiri kok”
“oh yaudah hati-hati ya” suaranya lalu hilang bersama suara motor matic bermodif tu.

Hari ini aku pulang sendiri. Sial  Ega yang biasanya mengantarku pulang entah kenapa hari ini dia tidak mengantarku. Aku enggan bertanya, jadi hari ini aku naik bus. Sambil berjalan menuju halte bus aku bergumam kesal.

“ huh, dasar cowok bodoh. Melihat cewek pulang sendiri bukannya diajak untuk pulang bareng malah menasehati doang”

***

Sahabat. Ega adalah sahabatku sejak kecil. Selalu bersama. Dari TK sampai SMA sekarang. Seperti dua insan yang tidak bisa dipisahkan. Betapa beruntungnya aku dikirimkan sahabat sebaik dan seperhatian Ega.

Di suatu senja. Aku jalan-jalan menuju taman di sekitar komplek. Lalu duduk di bangku yang ada di taman sambil bernafas lega. “Hhhhhh”

Tuhan, betapa indah matahari ciptaan-Mu itu. Di senja yang sejuk ini aku sedang menikmati matahari terbenam itu. Suatu keajaiban yang kau ciptakan untuk mahkluk hidup.

Bibirku tersenyum. Mataku terpejam. Di senja yang begitu indah ini aku ingin menikmati sendirian. Rasanya begitu lega. Semua masalah seakan terlupakan. Ya, seminggu terakhir ini aku suka menyendiri. Entahlah, aku terlalu lelah. Lelah batin, pikiran dan banyak lagi.

“kamu ngapain disini ta?” suara khas itu menyapa.
“ehhh.. ga ngapa ngapain kok. Lagi jjs aja hehe”
“aku boleh duduk disebelahmu?”
“gak boleh!!!” aku menatap Ega dengan muka sok serius.
“...”
“boleh kok ga, aku bercanda. Hehe. Sini duduk disebelahku, jangan minta pangku ya!” tertawa kecil

***

Senja itu aku dan Ega berbincang sampai langit mulai gelap. Entah darimana Ega tahu aku sedang disitu. Rumah kami memang tidak begitu jauh jaraknya. Masih satu komplek.
Nyaman . itulah yang aku rasakan saat bersamanya. Aku tidak begitu mengerti kenapa ega begitu perhatian kepadaku. Sahabat? Mungkin itu salah satu faktornya. Tapi akhir-akhir ini begitu aneh. Aku merasakan hal yang berbeda. Apa yang aku rasakan? Entahlah aku bingung. Aku terjebak dalam kenyamanan. Aku terjebak di dalam sebuah ikatan persahabatan.

*drrrrtt..drrrttt* ponselku bergetar.
“Siapalah yang sms sepagi buta ini.. huh mengganggu saja!”
*suara tangan yang menggerayak mencari ponsel*
^Selamat pagi gita. Hari ini aku jemput ya. Kita berangkat sekolah bareng J^

Mataku yang tadinya sipit jadi melotot. Ega. Dia sms sepagi ini. Hei! Kenapa hati ini begitu senang? Jantung ini berdebar cepat. Aku tidak tahu ini perasaan apa. Yang tadinya mengantuk setelah membaca sms darinya aku benar-benar terbangun dari tidurku. Bergegas menuju kamar mandi.

“ Gita, ada Ega tuh didepan. Cepetan sarapannya dia nungguin kamu sayang.” Mamah sambil tersenyum.
“iya ma , bentar.”
“ma aku berangkat dulu ya, assallamuallaikum” sambil mencium pipi mamah yang mulai keriput.
“Hati- hati sayang”

***

“Makasih ya ga, udah ngajak bareng?.”
“Iya ta. Nanti pulang sama aku lagi ya hehe.”
“sip”

Lalu aku dan Ega bergegas ke kelas. Kami sekelas dan duduk bersebelahan. Itulah yang membuat rasa ini semakin aneh. Kami terlalu dekat. Aku sampai tidak bisa membedakan rasa sayang dan cinta. Apakah ini cinta? Entah.

Seiring berjalannya waktu, aku mulai menyadari rasa yang aneh ini. Aku sudah tau apa yang aku rasakan. Aku coba untuk meneguhkan hati ini. Apakah benar aku mencintai ega. Tetapi mengapa? Kami terlalu sering bersama dan berbagi cerita indah. Ega selalu membuatku tersenyum. Terkadang aku memang cemburu jika dia sedang dekat wanita lain selain aku. Apakah ini bukan sekedar rasa sayang kepada sahabat? Tidak. Kurasa memang tidak. Aku mencintainya. Ega harus tau itu. Aku bukan tipe wanita yang pendiam. Aku harus jujur. Apapun itu resikonya. Aku harus berani.
Sebelum pulang ke rumah, Ega mengajakku ke sebuah tempat. Danau. Waktu yang tepat. Akhirnya aku memberanikan diri berbicara dan menatap matanya. Ya Tuhan, matanya begitu indah.

“ehhh.. Ega? Aku mau ngomong sesuatu?.”
“Iya ta, ngomong aja.” Ega menatapku kembali. Kami bersitatap satu sama lain.
Hati ini mulai berdebar kencang bak dikejar maling. Kuteguhkan lagi hatiku. Aku harus berani menyatakannya. Harus .

“Kamu sayang ga sama aku?” mataku masih menatap mata indah itu.
Mukanya mengernyit
“Git? Kamu kenapa nanya gitu? Ya aku sayang lah sama kamu. Kan aku udah bilang berkali-kali bukan ?”
“Bukan itu maksud aku. Ini beda”
“Beda? Apa maksud kamu ta? Aku gangerti.”
“Aku...aku.. su..ka sama kamu. Aku gamau kehilangan kamu ga. Cuma kamu yang saat ini ada untuk aku. Maafin aku kalo aku punya perasaan lebih. Aku gabisa memendam perasaan ini sendirian. Aku gak akan maksa kamu untuk bales perasaan ini. Yang aku pengen kamu tahu kalo aku sayang sama kamu lebih dari sahabat”

Kepalaku lalu menunduk menatap sepatu. Aku tidak kuat menatap matanya lagi. Entah, air mata mulai membasahi pipi. Aku tidak mengerti mengapa aku menangis.
Ega lalu memegang kedua tanganku, meyakinkan.

“Git, kamu adalah sahabatku sejak kecil, dari kita main tanah sama-sama. Main kelereng. Sampai sekarang kita udah beranjak dewasa kita masih sama-sama. Kamu gak akan kehilangan aku. Aku sahabat kamu. Aku gak akan pernah ninggalin kamu.”
Aku tidak mengerti maksudnya. Aku hanya bisa diam. Mulut ini seketika hanya bisa bungkam.

“Git, aku gapernah ngelarang kamu untuk punya perasaan lebih sama aku. Itu hak kamu. Maafin aku kalo aku udah buat kamu sedih atau apapun. Maafin aku, aku gabisa membalas perasaan itu. Tapi aku sayang kamu.” Matanya meredup, dia menangis. Lalu mendekap tubuhku. Pelukan yang hangat dan nyaman.

Hari itu adalah hari yang menyakitkan. Tapi aku tidak bisa memaksanya. Hati ini memang sakit. Sakit sekali. Tapi setidaknya aku sudah menjelaskan apa yang kurasakan. Cukup membuatku lega. Walaupun pada akhirnya kami tidak bersatu. Tapi tatapan nya itu yang membuatku yakin. Yakin jika dia tidak akan pernah meninggalkanku. Dia adalah sahabat, kakak, teman. Dia berjanji tidak akan pergi. Aku pegang teguh janjinya itu. Aku tau dia bukanlah lelaki yang ingkar. Aku tetap menyanyanginya.

Sejak hari itu, aku mulai belajar membuka hati untuk orang lain. Aku tidak melupakannya. Aku hanya membuang perasaan lebih itu. Aku yakin aku hanya terjebak dalam sebuah kenyamanan.  Kami tetap bersahabat. Tidak ada yang beda darinya setelah kejadian itu. Dia memang lelaki yang dewasa. Beruntunglah suatu saat yang menjadi pasangannya. Kami berjanji akan tetap menjadi sahabat sampai kakek-nenek. Sampai kami menemukan kebahagiaan masing-masing. Janji persahabatan.

                                                                                ****
Ini cerpen pertamaku. Masih acak-acakkan. Perlu banget masukan. Kalo kalian mau komentar silahkan ya. Sangat aku harapkan komentar kalian loh. Hehe.
Semoga bisa menikmati cerpennya.

3 komentar:

  1. cinta bertepuk sebelah tangan selalu menyakitkan
    https://aksarasenandika.wordpress.com/2015/02/21/maaf-titik-ingatan-yang-selalu-muncul/

    BalasHapus
  2. Cinta bertepuk tangan memang selalu berakhir menyakitkan

    BalasHapus
  3. Cinta bertepuk tangan memang selalu berakhir menyakitkan

    BalasHapus

Senin, 23 Maret 2015

Cinta Bertepuk Sebelah Tangan



Berisik. Semua siswa memang selalu bersorak senang saat bel pulang berbunyi. Jadilah bel pulang sekolah adalah sebuah kebahagiaan sederhana dikelas. Apalagi disaat guru yang mengajar sangat membosankan.
Keadaan beringsut sepi karena ketua kelas mulai menampilkan wajah sok pemimpinnya itu. Semua siswa berkemas dengan wajah semangat. Berdoa.

***
 “ pulang bareng siapa ta?” Ega yang tiba-tiba muncul dibelakangku, menyapa.
“ eh Ega, pulang sendiri kok”
“oh yaudah hati-hati ya” suaranya lalu hilang bersama suara motor matic bermodif tu.

Hari ini aku pulang sendiri. Sial  Ega yang biasanya mengantarku pulang entah kenapa hari ini dia tidak mengantarku. Aku enggan bertanya, jadi hari ini aku naik bus. Sambil berjalan menuju halte bus aku bergumam kesal.

“ huh, dasar cowok bodoh. Melihat cewek pulang sendiri bukannya diajak untuk pulang bareng malah menasehati doang”

***

Sahabat. Ega adalah sahabatku sejak kecil. Selalu bersama. Dari TK sampai SMA sekarang. Seperti dua insan yang tidak bisa dipisahkan. Betapa beruntungnya aku dikirimkan sahabat sebaik dan seperhatian Ega.

Di suatu senja. Aku jalan-jalan menuju taman di sekitar komplek. Lalu duduk di bangku yang ada di taman sambil bernafas lega. “Hhhhhh”

Tuhan, betapa indah matahari ciptaan-Mu itu. Di senja yang sejuk ini aku sedang menikmati matahari terbenam itu. Suatu keajaiban yang kau ciptakan untuk mahkluk hidup.

Bibirku tersenyum. Mataku terpejam. Di senja yang begitu indah ini aku ingin menikmati sendirian. Rasanya begitu lega. Semua masalah seakan terlupakan. Ya, seminggu terakhir ini aku suka menyendiri. Entahlah, aku terlalu lelah. Lelah batin, pikiran dan banyak lagi.

“kamu ngapain disini ta?” suara khas itu menyapa.
“ehhh.. ga ngapa ngapain kok. Lagi jjs aja hehe”
“aku boleh duduk disebelahmu?”
“gak boleh!!!” aku menatap Ega dengan muka sok serius.
“...”
“boleh kok ga, aku bercanda. Hehe. Sini duduk disebelahku, jangan minta pangku ya!” tertawa kecil

***

Senja itu aku dan Ega berbincang sampai langit mulai gelap. Entah darimana Ega tahu aku sedang disitu. Rumah kami memang tidak begitu jauh jaraknya. Masih satu komplek.
Nyaman . itulah yang aku rasakan saat bersamanya. Aku tidak begitu mengerti kenapa ega begitu perhatian kepadaku. Sahabat? Mungkin itu salah satu faktornya. Tapi akhir-akhir ini begitu aneh. Aku merasakan hal yang berbeda. Apa yang aku rasakan? Entahlah aku bingung. Aku terjebak dalam kenyamanan. Aku terjebak di dalam sebuah ikatan persahabatan.

*drrrrtt..drrrttt* ponselku bergetar.
“Siapalah yang sms sepagi buta ini.. huh mengganggu saja!”
*suara tangan yang menggerayak mencari ponsel*
^Selamat pagi gita. Hari ini aku jemput ya. Kita berangkat sekolah bareng J^

Mataku yang tadinya sipit jadi melotot. Ega. Dia sms sepagi ini. Hei! Kenapa hati ini begitu senang? Jantung ini berdebar cepat. Aku tidak tahu ini perasaan apa. Yang tadinya mengantuk setelah membaca sms darinya aku benar-benar terbangun dari tidurku. Bergegas menuju kamar mandi.

“ Gita, ada Ega tuh didepan. Cepetan sarapannya dia nungguin kamu sayang.” Mamah sambil tersenyum.
“iya ma , bentar.”
“ma aku berangkat dulu ya, assallamuallaikum” sambil mencium pipi mamah yang mulai keriput.
“Hati- hati sayang”

***

“Makasih ya ga, udah ngajak bareng?.”
“Iya ta. Nanti pulang sama aku lagi ya hehe.”
“sip”

Lalu aku dan Ega bergegas ke kelas. Kami sekelas dan duduk bersebelahan. Itulah yang membuat rasa ini semakin aneh. Kami terlalu dekat. Aku sampai tidak bisa membedakan rasa sayang dan cinta. Apakah ini cinta? Entah.

Seiring berjalannya waktu, aku mulai menyadari rasa yang aneh ini. Aku sudah tau apa yang aku rasakan. Aku coba untuk meneguhkan hati ini. Apakah benar aku mencintai ega. Tetapi mengapa? Kami terlalu sering bersama dan berbagi cerita indah. Ega selalu membuatku tersenyum. Terkadang aku memang cemburu jika dia sedang dekat wanita lain selain aku. Apakah ini bukan sekedar rasa sayang kepada sahabat? Tidak. Kurasa memang tidak. Aku mencintainya. Ega harus tau itu. Aku bukan tipe wanita yang pendiam. Aku harus jujur. Apapun itu resikonya. Aku harus berani.
Sebelum pulang ke rumah, Ega mengajakku ke sebuah tempat. Danau. Waktu yang tepat. Akhirnya aku memberanikan diri berbicara dan menatap matanya. Ya Tuhan, matanya begitu indah.

“ehhh.. Ega? Aku mau ngomong sesuatu?.”
“Iya ta, ngomong aja.” Ega menatapku kembali. Kami bersitatap satu sama lain.
Hati ini mulai berdebar kencang bak dikejar maling. Kuteguhkan lagi hatiku. Aku harus berani menyatakannya. Harus .

“Kamu sayang ga sama aku?” mataku masih menatap mata indah itu.
Mukanya mengernyit
“Git? Kamu kenapa nanya gitu? Ya aku sayang lah sama kamu. Kan aku udah bilang berkali-kali bukan ?”
“Bukan itu maksud aku. Ini beda”
“Beda? Apa maksud kamu ta? Aku gangerti.”
“Aku...aku.. su..ka sama kamu. Aku gamau kehilangan kamu ga. Cuma kamu yang saat ini ada untuk aku. Maafin aku kalo aku punya perasaan lebih. Aku gabisa memendam perasaan ini sendirian. Aku gak akan maksa kamu untuk bales perasaan ini. Yang aku pengen kamu tahu kalo aku sayang sama kamu lebih dari sahabat”

Kepalaku lalu menunduk menatap sepatu. Aku tidak kuat menatap matanya lagi. Entah, air mata mulai membasahi pipi. Aku tidak mengerti mengapa aku menangis.
Ega lalu memegang kedua tanganku, meyakinkan.

“Git, kamu adalah sahabatku sejak kecil, dari kita main tanah sama-sama. Main kelereng. Sampai sekarang kita udah beranjak dewasa kita masih sama-sama. Kamu gak akan kehilangan aku. Aku sahabat kamu. Aku gak akan pernah ninggalin kamu.”
Aku tidak mengerti maksudnya. Aku hanya bisa diam. Mulut ini seketika hanya bisa bungkam.

“Git, aku gapernah ngelarang kamu untuk punya perasaan lebih sama aku. Itu hak kamu. Maafin aku kalo aku udah buat kamu sedih atau apapun. Maafin aku, aku gabisa membalas perasaan itu. Tapi aku sayang kamu.” Matanya meredup, dia menangis. Lalu mendekap tubuhku. Pelukan yang hangat dan nyaman.

Hari itu adalah hari yang menyakitkan. Tapi aku tidak bisa memaksanya. Hati ini memang sakit. Sakit sekali. Tapi setidaknya aku sudah menjelaskan apa yang kurasakan. Cukup membuatku lega. Walaupun pada akhirnya kami tidak bersatu. Tapi tatapan nya itu yang membuatku yakin. Yakin jika dia tidak akan pernah meninggalkanku. Dia adalah sahabat, kakak, teman. Dia berjanji tidak akan pergi. Aku pegang teguh janjinya itu. Aku tau dia bukanlah lelaki yang ingkar. Aku tetap menyanyanginya.

Sejak hari itu, aku mulai belajar membuka hati untuk orang lain. Aku tidak melupakannya. Aku hanya membuang perasaan lebih itu. Aku yakin aku hanya terjebak dalam sebuah kenyamanan.  Kami tetap bersahabat. Tidak ada yang beda darinya setelah kejadian itu. Dia memang lelaki yang dewasa. Beruntunglah suatu saat yang menjadi pasangannya. Kami berjanji akan tetap menjadi sahabat sampai kakek-nenek. Sampai kami menemukan kebahagiaan masing-masing. Janji persahabatan.

                                                                                ****
Ini cerpen pertamaku. Masih acak-acakkan. Perlu banget masukan. Kalo kalian mau komentar silahkan ya. Sangat aku harapkan komentar kalian loh. Hehe.
Semoga bisa menikmati cerpennya.

3 komentar:

  1. cinta bertepuk sebelah tangan selalu menyakitkan
    https://aksarasenandika.wordpress.com/2015/02/21/maaf-titik-ingatan-yang-selalu-muncul/

    BalasHapus
  2. Cinta bertepuk tangan memang selalu berakhir menyakitkan

    BalasHapus
  3. Cinta bertepuk tangan memang selalu berakhir menyakitkan

    BalasHapus