Senin, 23 Maret 2015

Cinta Bertepuk Sebelah Tangan



Berisik. Semua siswa memang selalu bersorak senang saat bel pulang berbunyi. Jadilah bel pulang sekolah adalah sebuah kebahagiaan sederhana dikelas. Apalagi disaat guru yang mengajar sangat membosankan.
Keadaan beringsut sepi karena ketua kelas mulai menampilkan wajah sok pemimpinnya itu. Semua siswa berkemas dengan wajah semangat. Berdoa.

***
 “ pulang bareng siapa ta?” Ega yang tiba-tiba muncul dibelakangku, menyapa.
“ eh Ega, pulang sendiri kok”
“oh yaudah hati-hati ya” suaranya lalu hilang bersama suara motor matic bermodif tu.

Hari ini aku pulang sendiri. Sial  Ega yang biasanya mengantarku pulang entah kenapa hari ini dia tidak mengantarku. Aku enggan bertanya, jadi hari ini aku naik bus. Sambil berjalan menuju halte bus aku bergumam kesal.

“ huh, dasar cowok bodoh. Melihat cewek pulang sendiri bukannya diajak untuk pulang bareng malah menasehati doang”

***

Sahabat. Ega adalah sahabatku sejak kecil. Selalu bersama. Dari TK sampai SMA sekarang. Seperti dua insan yang tidak bisa dipisahkan. Betapa beruntungnya aku dikirimkan sahabat sebaik dan seperhatian Ega.

Di suatu senja. Aku jalan-jalan menuju taman di sekitar komplek. Lalu duduk di bangku yang ada di taman sambil bernafas lega. “Hhhhhh”

Tuhan, betapa indah matahari ciptaan-Mu itu. Di senja yang sejuk ini aku sedang menikmati matahari terbenam itu. Suatu keajaiban yang kau ciptakan untuk mahkluk hidup.

Bibirku tersenyum. Mataku terpejam. Di senja yang begitu indah ini aku ingin menikmati sendirian. Rasanya begitu lega. Semua masalah seakan terlupakan. Ya, seminggu terakhir ini aku suka menyendiri. Entahlah, aku terlalu lelah. Lelah batin, pikiran dan banyak lagi.

“kamu ngapain disini ta?” suara khas itu menyapa.
“ehhh.. ga ngapa ngapain kok. Lagi jjs aja hehe”
“aku boleh duduk disebelahmu?”
“gak boleh!!!” aku menatap Ega dengan muka sok serius.
“...”
“boleh kok ga, aku bercanda. Hehe. Sini duduk disebelahku, jangan minta pangku ya!” tertawa kecil

***

Senja itu aku dan Ega berbincang sampai langit mulai gelap. Entah darimana Ega tahu aku sedang disitu. Rumah kami memang tidak begitu jauh jaraknya. Masih satu komplek.
Nyaman . itulah yang aku rasakan saat bersamanya. Aku tidak begitu mengerti kenapa ega begitu perhatian kepadaku. Sahabat? Mungkin itu salah satu faktornya. Tapi akhir-akhir ini begitu aneh. Aku merasakan hal yang berbeda. Apa yang aku rasakan? Entahlah aku bingung. Aku terjebak dalam kenyamanan. Aku terjebak di dalam sebuah ikatan persahabatan.

*drrrrtt..drrrttt* ponselku bergetar.
“Siapalah yang sms sepagi buta ini.. huh mengganggu saja!”
*suara tangan yang menggerayak mencari ponsel*
^Selamat pagi gita. Hari ini aku jemput ya. Kita berangkat sekolah bareng J^

Mataku yang tadinya sipit jadi melotot. Ega. Dia sms sepagi ini. Hei! Kenapa hati ini begitu senang? Jantung ini berdebar cepat. Aku tidak tahu ini perasaan apa. Yang tadinya mengantuk setelah membaca sms darinya aku benar-benar terbangun dari tidurku. Bergegas menuju kamar mandi.

“ Gita, ada Ega tuh didepan. Cepetan sarapannya dia nungguin kamu sayang.” Mamah sambil tersenyum.
“iya ma , bentar.”
“ma aku berangkat dulu ya, assallamuallaikum” sambil mencium pipi mamah yang mulai keriput.
“Hati- hati sayang”

***

“Makasih ya ga, udah ngajak bareng?.”
“Iya ta. Nanti pulang sama aku lagi ya hehe.”
“sip”

Lalu aku dan Ega bergegas ke kelas. Kami sekelas dan duduk bersebelahan. Itulah yang membuat rasa ini semakin aneh. Kami terlalu dekat. Aku sampai tidak bisa membedakan rasa sayang dan cinta. Apakah ini cinta? Entah.

Seiring berjalannya waktu, aku mulai menyadari rasa yang aneh ini. Aku sudah tau apa yang aku rasakan. Aku coba untuk meneguhkan hati ini. Apakah benar aku mencintai ega. Tetapi mengapa? Kami terlalu sering bersama dan berbagi cerita indah. Ega selalu membuatku tersenyum. Terkadang aku memang cemburu jika dia sedang dekat wanita lain selain aku. Apakah ini bukan sekedar rasa sayang kepada sahabat? Tidak. Kurasa memang tidak. Aku mencintainya. Ega harus tau itu. Aku bukan tipe wanita yang pendiam. Aku harus jujur. Apapun itu resikonya. Aku harus berani.
Sebelum pulang ke rumah, Ega mengajakku ke sebuah tempat. Danau. Waktu yang tepat. Akhirnya aku memberanikan diri berbicara dan menatap matanya. Ya Tuhan, matanya begitu indah.

“ehhh.. Ega? Aku mau ngomong sesuatu?.”
“Iya ta, ngomong aja.” Ega menatapku kembali. Kami bersitatap satu sama lain.
Hati ini mulai berdebar kencang bak dikejar maling. Kuteguhkan lagi hatiku. Aku harus berani menyatakannya. Harus .

“Kamu sayang ga sama aku?” mataku masih menatap mata indah itu.
Mukanya mengernyit
“Git? Kamu kenapa nanya gitu? Ya aku sayang lah sama kamu. Kan aku udah bilang berkali-kali bukan ?”
“Bukan itu maksud aku. Ini beda”
“Beda? Apa maksud kamu ta? Aku gangerti.”
“Aku...aku.. su..ka sama kamu. Aku gamau kehilangan kamu ga. Cuma kamu yang saat ini ada untuk aku. Maafin aku kalo aku punya perasaan lebih. Aku gabisa memendam perasaan ini sendirian. Aku gak akan maksa kamu untuk bales perasaan ini. Yang aku pengen kamu tahu kalo aku sayang sama kamu lebih dari sahabat”

Kepalaku lalu menunduk menatap sepatu. Aku tidak kuat menatap matanya lagi. Entah, air mata mulai membasahi pipi. Aku tidak mengerti mengapa aku menangis.
Ega lalu memegang kedua tanganku, meyakinkan.

“Git, kamu adalah sahabatku sejak kecil, dari kita main tanah sama-sama. Main kelereng. Sampai sekarang kita udah beranjak dewasa kita masih sama-sama. Kamu gak akan kehilangan aku. Aku sahabat kamu. Aku gak akan pernah ninggalin kamu.”
Aku tidak mengerti maksudnya. Aku hanya bisa diam. Mulut ini seketika hanya bisa bungkam.

“Git, aku gapernah ngelarang kamu untuk punya perasaan lebih sama aku. Itu hak kamu. Maafin aku kalo aku udah buat kamu sedih atau apapun. Maafin aku, aku gabisa membalas perasaan itu. Tapi aku sayang kamu.” Matanya meredup, dia menangis. Lalu mendekap tubuhku. Pelukan yang hangat dan nyaman.

Hari itu adalah hari yang menyakitkan. Tapi aku tidak bisa memaksanya. Hati ini memang sakit. Sakit sekali. Tapi setidaknya aku sudah menjelaskan apa yang kurasakan. Cukup membuatku lega. Walaupun pada akhirnya kami tidak bersatu. Tapi tatapan nya itu yang membuatku yakin. Yakin jika dia tidak akan pernah meninggalkanku. Dia adalah sahabat, kakak, teman. Dia berjanji tidak akan pergi. Aku pegang teguh janjinya itu. Aku tau dia bukanlah lelaki yang ingkar. Aku tetap menyanyanginya.

Sejak hari itu, aku mulai belajar membuka hati untuk orang lain. Aku tidak melupakannya. Aku hanya membuang perasaan lebih itu. Aku yakin aku hanya terjebak dalam sebuah kenyamanan.  Kami tetap bersahabat. Tidak ada yang beda darinya setelah kejadian itu. Dia memang lelaki yang dewasa. Beruntunglah suatu saat yang menjadi pasangannya. Kami berjanji akan tetap menjadi sahabat sampai kakek-nenek. Sampai kami menemukan kebahagiaan masing-masing. Janji persahabatan.

                                                                                ****
Ini cerpen pertamaku. Masih acak-acakkan. Perlu banget masukan. Kalo kalian mau komentar silahkan ya. Sangat aku harapkan komentar kalian loh. Hehe.
Semoga bisa menikmati cerpennya.

Rabu, 18 Maret 2015

Merindukan Masalalu

Langit mulai gelap,matahari mulai terbenam. Butiran air mulai membasahi tanah, sore ini desaku diguyur hujan. Petani sibuk membereskan peralatannya, ingin segera pulang dan beristirahat. Hari ini hari minggu. Seperti hari biasa hari minggu bukanlah hari spesial untukku.

Saat ini aku sedang menatap langit yang mulai gelap, terlihat indah dan ajaib. Butiran air mulai membasahi wajahku. Aku kembali teringat masalalu. 2 tahun silam saat hujan seperti ini aku sedang bermain hujan dengan sahabatku. Tertawa, bercanda ria, tak perduli jika butiran air itu akan membuat sakit atau apapun. Hari itu adalah hari yang menyenangkan dan tak akan pernah terlupakan.

Tak terasa air mata mulai membasahi pipi, tersamarkan oleh butiran air hujan yang juga membasahi pipiku. Aku sangat benci saat saat seperti ini. Saat saat aku merindukan masalalu. Aku hanya bisa mengucap kata rindu kepada mereka semua, aku tidak bisa menemui mereka walau hanya 5 menit untuk berbincang. Aku selalu memimpikan pertemuan.

Jarak yang membuat kami terpisah. 2 tahun yang lalu aku pindah ke sebuah kota yang terletak di Jawa Tengah. Sungguh pada saat mengambil keputusan untuk pindah aku tidak berfikir jauh dengan akibatnya. Aku masih terlalu labil dalam mengambil keputusan serumit itu. Yang ada di pikiranku adalah bersama ibu, hanya itu. Ku pikir dengan selalu bersama ibu adalah pilihan terbaik. Ternyata tidak.Aku hanya merepotkan, selalu membuat ibu sedih.

 Jika ada yang memberi kesempatan kedua, mungkin aku akan memilih tinggal disana bersama kakak. Bukan karena tidak ingin bersama ibu, tapi hanya karena aku tidak ingin menjadi beban untuk ibu. Tetapi semua sudah terlambat. Hanya penyesalan yang aku rasakan saat ini. Bodohnya diri ini saat mengambil keputusan.

 Aku hanya bisa menyalahkan diri sendiri.

Aku juga rindu sahabatku di kota sana. Sahabat yang benar – benar bisa mengerti keadaanku, selalu membuatku tertawa saat masalah menimpa, selalu berusaha memberikan solusi terbaik untuk masalahku, selalu berbagi cerita dan tentunya selalu ada disaat suka maupun duka.

 Teruntuk kalian sahabatku,
Entah kapan aku bisa menemui kalian lagi. Sungguh aku disini selalu merindukan kalian dan tidak pernah melupakan kalian. Mungkin saat ini belum tepat. Percayalah Tuhan sedang merencanakan pertemuan kita. Suatu saat kita pasti bertemu, entah kapan. Kita akan berbincang, berbagi cerita tentang kehidupan, dan tertawa bersama. Aku disini selalu berdoa yang terbaik untuk kalian.

 Teruntuk kakak perempuanku,
Aku juga rindu kebersamaan kita mbak. Mungkin kita sering bertengkar, tapi percayalah di dalam pertengkaran seorang kakak dan adik masih ada rasa kasih sayang. Aku rindu jalan-jalan bersamamu, rindu berbagi cerita. Aku dan ibu selalu berdoa yang terbaik untukmu mbak. Semoga kamu bisa menjalani kehidupan yang penuh cobaan ini. Aku yakin kamu bisa mengatur hidupmu lebih baik. Semoga Allah selalu melindungi kamu dan memberikan keselamatan untukmu mbak.

Tak terasa langit sudah benar – benar gelap, tapi hujan terus mengguyur desa ini. Mungkin hanya ini yang bisa ku tulis. Tulisan ini semata hanya untuk melegakan perasaan. Semoga Allah mendengar doa yang ku panjatkan, dan segera dikabulkanNya. Amin.

Senin, 23 Maret 2015

Cinta Bertepuk Sebelah Tangan



Berisik. Semua siswa memang selalu bersorak senang saat bel pulang berbunyi. Jadilah bel pulang sekolah adalah sebuah kebahagiaan sederhana dikelas. Apalagi disaat guru yang mengajar sangat membosankan.
Keadaan beringsut sepi karena ketua kelas mulai menampilkan wajah sok pemimpinnya itu. Semua siswa berkemas dengan wajah semangat. Berdoa.

***
 “ pulang bareng siapa ta?” Ega yang tiba-tiba muncul dibelakangku, menyapa.
“ eh Ega, pulang sendiri kok”
“oh yaudah hati-hati ya” suaranya lalu hilang bersama suara motor matic bermodif tu.

Hari ini aku pulang sendiri. Sial  Ega yang biasanya mengantarku pulang entah kenapa hari ini dia tidak mengantarku. Aku enggan bertanya, jadi hari ini aku naik bus. Sambil berjalan menuju halte bus aku bergumam kesal.

“ huh, dasar cowok bodoh. Melihat cewek pulang sendiri bukannya diajak untuk pulang bareng malah menasehati doang”

***

Sahabat. Ega adalah sahabatku sejak kecil. Selalu bersama. Dari TK sampai SMA sekarang. Seperti dua insan yang tidak bisa dipisahkan. Betapa beruntungnya aku dikirimkan sahabat sebaik dan seperhatian Ega.

Di suatu senja. Aku jalan-jalan menuju taman di sekitar komplek. Lalu duduk di bangku yang ada di taman sambil bernafas lega. “Hhhhhh”

Tuhan, betapa indah matahari ciptaan-Mu itu. Di senja yang sejuk ini aku sedang menikmati matahari terbenam itu. Suatu keajaiban yang kau ciptakan untuk mahkluk hidup.

Bibirku tersenyum. Mataku terpejam. Di senja yang begitu indah ini aku ingin menikmati sendirian. Rasanya begitu lega. Semua masalah seakan terlupakan. Ya, seminggu terakhir ini aku suka menyendiri. Entahlah, aku terlalu lelah. Lelah batin, pikiran dan banyak lagi.

“kamu ngapain disini ta?” suara khas itu menyapa.
“ehhh.. ga ngapa ngapain kok. Lagi jjs aja hehe”
“aku boleh duduk disebelahmu?”
“gak boleh!!!” aku menatap Ega dengan muka sok serius.
“...”
“boleh kok ga, aku bercanda. Hehe. Sini duduk disebelahku, jangan minta pangku ya!” tertawa kecil

***

Senja itu aku dan Ega berbincang sampai langit mulai gelap. Entah darimana Ega tahu aku sedang disitu. Rumah kami memang tidak begitu jauh jaraknya. Masih satu komplek.
Nyaman . itulah yang aku rasakan saat bersamanya. Aku tidak begitu mengerti kenapa ega begitu perhatian kepadaku. Sahabat? Mungkin itu salah satu faktornya. Tapi akhir-akhir ini begitu aneh. Aku merasakan hal yang berbeda. Apa yang aku rasakan? Entahlah aku bingung. Aku terjebak dalam kenyamanan. Aku terjebak di dalam sebuah ikatan persahabatan.

*drrrrtt..drrrttt* ponselku bergetar.
“Siapalah yang sms sepagi buta ini.. huh mengganggu saja!”
*suara tangan yang menggerayak mencari ponsel*
^Selamat pagi gita. Hari ini aku jemput ya. Kita berangkat sekolah bareng J^

Mataku yang tadinya sipit jadi melotot. Ega. Dia sms sepagi ini. Hei! Kenapa hati ini begitu senang? Jantung ini berdebar cepat. Aku tidak tahu ini perasaan apa. Yang tadinya mengantuk setelah membaca sms darinya aku benar-benar terbangun dari tidurku. Bergegas menuju kamar mandi.

“ Gita, ada Ega tuh didepan. Cepetan sarapannya dia nungguin kamu sayang.” Mamah sambil tersenyum.
“iya ma , bentar.”
“ma aku berangkat dulu ya, assallamuallaikum” sambil mencium pipi mamah yang mulai keriput.
“Hati- hati sayang”

***

“Makasih ya ga, udah ngajak bareng?.”
“Iya ta. Nanti pulang sama aku lagi ya hehe.”
“sip”

Lalu aku dan Ega bergegas ke kelas. Kami sekelas dan duduk bersebelahan. Itulah yang membuat rasa ini semakin aneh. Kami terlalu dekat. Aku sampai tidak bisa membedakan rasa sayang dan cinta. Apakah ini cinta? Entah.

Seiring berjalannya waktu, aku mulai menyadari rasa yang aneh ini. Aku sudah tau apa yang aku rasakan. Aku coba untuk meneguhkan hati ini. Apakah benar aku mencintai ega. Tetapi mengapa? Kami terlalu sering bersama dan berbagi cerita indah. Ega selalu membuatku tersenyum. Terkadang aku memang cemburu jika dia sedang dekat wanita lain selain aku. Apakah ini bukan sekedar rasa sayang kepada sahabat? Tidak. Kurasa memang tidak. Aku mencintainya. Ega harus tau itu. Aku bukan tipe wanita yang pendiam. Aku harus jujur. Apapun itu resikonya. Aku harus berani.
Sebelum pulang ke rumah, Ega mengajakku ke sebuah tempat. Danau. Waktu yang tepat. Akhirnya aku memberanikan diri berbicara dan menatap matanya. Ya Tuhan, matanya begitu indah.

“ehhh.. Ega? Aku mau ngomong sesuatu?.”
“Iya ta, ngomong aja.” Ega menatapku kembali. Kami bersitatap satu sama lain.
Hati ini mulai berdebar kencang bak dikejar maling. Kuteguhkan lagi hatiku. Aku harus berani menyatakannya. Harus .

“Kamu sayang ga sama aku?” mataku masih menatap mata indah itu.
Mukanya mengernyit
“Git? Kamu kenapa nanya gitu? Ya aku sayang lah sama kamu. Kan aku udah bilang berkali-kali bukan ?”
“Bukan itu maksud aku. Ini beda”
“Beda? Apa maksud kamu ta? Aku gangerti.”
“Aku...aku.. su..ka sama kamu. Aku gamau kehilangan kamu ga. Cuma kamu yang saat ini ada untuk aku. Maafin aku kalo aku punya perasaan lebih. Aku gabisa memendam perasaan ini sendirian. Aku gak akan maksa kamu untuk bales perasaan ini. Yang aku pengen kamu tahu kalo aku sayang sama kamu lebih dari sahabat”

Kepalaku lalu menunduk menatap sepatu. Aku tidak kuat menatap matanya lagi. Entah, air mata mulai membasahi pipi. Aku tidak mengerti mengapa aku menangis.
Ega lalu memegang kedua tanganku, meyakinkan.

“Git, kamu adalah sahabatku sejak kecil, dari kita main tanah sama-sama. Main kelereng. Sampai sekarang kita udah beranjak dewasa kita masih sama-sama. Kamu gak akan kehilangan aku. Aku sahabat kamu. Aku gak akan pernah ninggalin kamu.”
Aku tidak mengerti maksudnya. Aku hanya bisa diam. Mulut ini seketika hanya bisa bungkam.

“Git, aku gapernah ngelarang kamu untuk punya perasaan lebih sama aku. Itu hak kamu. Maafin aku kalo aku udah buat kamu sedih atau apapun. Maafin aku, aku gabisa membalas perasaan itu. Tapi aku sayang kamu.” Matanya meredup, dia menangis. Lalu mendekap tubuhku. Pelukan yang hangat dan nyaman.

Hari itu adalah hari yang menyakitkan. Tapi aku tidak bisa memaksanya. Hati ini memang sakit. Sakit sekali. Tapi setidaknya aku sudah menjelaskan apa yang kurasakan. Cukup membuatku lega. Walaupun pada akhirnya kami tidak bersatu. Tapi tatapan nya itu yang membuatku yakin. Yakin jika dia tidak akan pernah meninggalkanku. Dia adalah sahabat, kakak, teman. Dia berjanji tidak akan pergi. Aku pegang teguh janjinya itu. Aku tau dia bukanlah lelaki yang ingkar. Aku tetap menyanyanginya.

Sejak hari itu, aku mulai belajar membuka hati untuk orang lain. Aku tidak melupakannya. Aku hanya membuang perasaan lebih itu. Aku yakin aku hanya terjebak dalam sebuah kenyamanan.  Kami tetap bersahabat. Tidak ada yang beda darinya setelah kejadian itu. Dia memang lelaki yang dewasa. Beruntunglah suatu saat yang menjadi pasangannya. Kami berjanji akan tetap menjadi sahabat sampai kakek-nenek. Sampai kami menemukan kebahagiaan masing-masing. Janji persahabatan.

                                                                                ****
Ini cerpen pertamaku. Masih acak-acakkan. Perlu banget masukan. Kalo kalian mau komentar silahkan ya. Sangat aku harapkan komentar kalian loh. Hehe.
Semoga bisa menikmati cerpennya.

Rabu, 18 Maret 2015

Merindukan Masalalu

Langit mulai gelap,matahari mulai terbenam. Butiran air mulai membasahi tanah, sore ini desaku diguyur hujan. Petani sibuk membereskan peralatannya, ingin segera pulang dan beristirahat. Hari ini hari minggu. Seperti hari biasa hari minggu bukanlah hari spesial untukku.

Saat ini aku sedang menatap langit yang mulai gelap, terlihat indah dan ajaib. Butiran air mulai membasahi wajahku. Aku kembali teringat masalalu. 2 tahun silam saat hujan seperti ini aku sedang bermain hujan dengan sahabatku. Tertawa, bercanda ria, tak perduli jika butiran air itu akan membuat sakit atau apapun. Hari itu adalah hari yang menyenangkan dan tak akan pernah terlupakan.

Tak terasa air mata mulai membasahi pipi, tersamarkan oleh butiran air hujan yang juga membasahi pipiku. Aku sangat benci saat saat seperti ini. Saat saat aku merindukan masalalu. Aku hanya bisa mengucap kata rindu kepada mereka semua, aku tidak bisa menemui mereka walau hanya 5 menit untuk berbincang. Aku selalu memimpikan pertemuan.

Jarak yang membuat kami terpisah. 2 tahun yang lalu aku pindah ke sebuah kota yang terletak di Jawa Tengah. Sungguh pada saat mengambil keputusan untuk pindah aku tidak berfikir jauh dengan akibatnya. Aku masih terlalu labil dalam mengambil keputusan serumit itu. Yang ada di pikiranku adalah bersama ibu, hanya itu. Ku pikir dengan selalu bersama ibu adalah pilihan terbaik. Ternyata tidak.Aku hanya merepotkan, selalu membuat ibu sedih.

 Jika ada yang memberi kesempatan kedua, mungkin aku akan memilih tinggal disana bersama kakak. Bukan karena tidak ingin bersama ibu, tapi hanya karena aku tidak ingin menjadi beban untuk ibu. Tetapi semua sudah terlambat. Hanya penyesalan yang aku rasakan saat ini. Bodohnya diri ini saat mengambil keputusan.

 Aku hanya bisa menyalahkan diri sendiri.

Aku juga rindu sahabatku di kota sana. Sahabat yang benar – benar bisa mengerti keadaanku, selalu membuatku tertawa saat masalah menimpa, selalu berusaha memberikan solusi terbaik untuk masalahku, selalu berbagi cerita dan tentunya selalu ada disaat suka maupun duka.

 Teruntuk kalian sahabatku,
Entah kapan aku bisa menemui kalian lagi. Sungguh aku disini selalu merindukan kalian dan tidak pernah melupakan kalian. Mungkin saat ini belum tepat. Percayalah Tuhan sedang merencanakan pertemuan kita. Suatu saat kita pasti bertemu, entah kapan. Kita akan berbincang, berbagi cerita tentang kehidupan, dan tertawa bersama. Aku disini selalu berdoa yang terbaik untuk kalian.

 Teruntuk kakak perempuanku,
Aku juga rindu kebersamaan kita mbak. Mungkin kita sering bertengkar, tapi percayalah di dalam pertengkaran seorang kakak dan adik masih ada rasa kasih sayang. Aku rindu jalan-jalan bersamamu, rindu berbagi cerita. Aku dan ibu selalu berdoa yang terbaik untukmu mbak. Semoga kamu bisa menjalani kehidupan yang penuh cobaan ini. Aku yakin kamu bisa mengatur hidupmu lebih baik. Semoga Allah selalu melindungi kamu dan memberikan keselamatan untukmu mbak.

Tak terasa langit sudah benar – benar gelap, tapi hujan terus mengguyur desa ini. Mungkin hanya ini yang bisa ku tulis. Tulisan ini semata hanya untuk melegakan perasaan. Semoga Allah mendengar doa yang ku panjatkan, dan segera dikabulkanNya. Amin.